Upah Minimum Daerah Pengaruhi Pemerataan Dokter Spesialis

    Upah Minimum Daerah Pengaruhi Pemerataan Dokter Spesialis
    Upah Minimum Regional Daerah Pengaruhi Pemerataan Dokter Spesialis

    SURABAYA – Artikel ilmiah karya mahasiswa Fakultas Teknologi Maju dan Multidisipin (FTMM) Universitas Airlangga mengungkapkan salah satu penyebab pemerataan dokter spesialis. Dalam bahasan itu, upah minimum regional daerah pengaruhi pemerataan dokter spesialis. 

    Ketidakmerataan dokter spesialis di Indonesia merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Penempatan dokter spesialis di Indonesia sebagian besar masih terpusat di kota-kota besar. Padahal masyarakat di daerah terpencil juga sangat memerlukannya.  

    Berdasar Data Konsil Kedokteran Indonesia, 68 persen dokter spesialis di Indonesia hanya terpusat di Jawa. Akibatnya, dokter spesialis di daerah terluar minim. Seperti Papua yang hanya terdapat 1 persen dari seluruh dokter spesialis Indonesia. 

    Itulah yang menginspirasi lima mahasiswa jurusan Teknik Industri FTMM UNAIR membuat artikel ilmiah. Mereka adalah Laura Aprillia Maranis (NIM 162012633015), Novita Rahma Nazila (NIM 162012533022), Mutiara Firdausy (NIM 162012533028), Diky Pandya Daniswara (NIM 162012533061), dan Muhammad Fawwaz Kanziwa (NIM 162012533079).  

    Masalah Ketidakmerataan Dokter di Indonesia

    Novita mewakili kelompok, Senin (10/4) menjelaskan bahwa faktor perbedaan geografis dan tingkat upah minimum regional di tiap daerah yang berbeda menjadi salah satu faktor utama tidak meratanya jumlah dokter spesialis di Indonesia. 

    “Dampak yang terjadi dari ketidakmerataan persebaran dokter spesialis adalah layanan kesehatan hanya terpusat di daerah tertentu. Misalnya di Pulau Jawa. Permasalahan ini seharusnya lebih menjadi sorotan pemerintah, ” ujarnya. 

    “Selain pemerataan, pemerintah seharusnya meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan di daerah-daerah yang minim akses, ” sambungnya. 

    Kenalkan Aplikasi Telehealth 

    Novita mengatakan bahwa Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyoroti pentingnya penguatan regulasi terkait permasalahan pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Salah satu kebijakan yang perlu mendapat penguatan adalah kebijakan terkait Telehealth. 

    Telehealth merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat agar tetap bisa mendapat melayanan kesehatan selama pandemi. Aplikasi Telehealth dapat menjawab permasalahan pemerataan dokter di Indonesia karena pasien dan dokter tidak perlu bertemu secara langsung. 

    “Telehealth hadir untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang sangat potensial untuk dikembangkan di pandemi COVID-19. Telehealth membantu pasien mendapatkan dukungan dan konsultasi yang mereka butuhkan tanpa kontak langsung dengan individu yang sakit, ” tuturnya. 

    Namun, lanjut Novita, masih terdapat beberapa hal yang menghambat pelaksanaan Telehealth. Yaitu, sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan teknologi, kurangnya infrastruktur yang mendukung, kurangnya pendanaan, serta kurangnya dukungan dari masyarakat.  

    “Permasalahan ini dapat berkurang apabila pemerintah dapat memfasilitasi layanan kesehatan yang lebih layak dengan biaya yang terjangkau untuk masyarakat. Peningkatan fasilitas kesehatan juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat ke depannya, ” tukas Novita. (*) 

    Penulis : Dewi Yugi Arti/Laura, Novita, Mutiara, Diky, M. Fawwaz 

    Editor: Feri Fenoria 

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Pemerintah Perlu Perkuat Puskesmas Atasi...

    Artikel Berikutnya

    Buka Seminar Internasional LP Ma'arif, Rektor...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVny Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Polri TV: Transparan - Informatif - Terpercaya
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Kapolri Beri Kenaikan Pangkat Anumerta ke Almarhum AKP Ulil Ryanto

    Ikuti Kami